Selalu berpikir positif atau positive thinking,
itulah salah satu tips agar tulisan kita lebih mudah dimuat di media
cetak. Sebagai penulis tentu kita dituntut untuk bisa beropini yang
sehat, cerdas, dan konstruktif, sehingga dapat memberi solusi dan pencerahan
bagi tatanan kehidupan masyarakat.
Contoh kedua, permainan layang-layang.
Bila yang digali hanya bayangan kecemasan dan kekhawatiran bahayanya anak terperosok, tertabrak atau tersengat aliran listrik, dan menganggap permainan layang-layang tidak dibutuhkan lagi oleh anak-anak generasi sekarang, media cetak sulit menempatkan artikel bertema seperti ini.
Yuk, berpikir positif atau husnudzon billah, karena Alloh bersama persangkaan hambanya, bukan?
(WIRAWATI/11103763/11.4a.14)
Salah satu tips menulis yang penulis lakukan, hendaknya
tidak langsung apriori (buruk sangka) terhadap suatu kasus yang terjadi di
masyarakat. Dibalik sisi negatif, pasti tersembunyi aspek keunggulan
berupa sisi manfaat yang bisa digali untuk mencerahkan publik. Hal
ini merupakan garapan yang dinilai menarik oleh Redaksi suatu media sehingga
berkenan memuatnya.
Sebagai contoh tentang “Liburan
Sekolah”.
Liburan long
week end “identik” dengan acara santai-santai
atau bermalas-malasan/mengganggurkan diri dan
ajang pemborosan anggaran rumah tangga. Bila
penulis bermindset negatif seperti itu, sulit artikel
kita dimuat.
Akan tetapi, bila sebuah liburan dimaknai positif
seperti: (a) bermanfaat dalam mengendurkan ketegangan sehingga dengan
relaksasi membuat semangat bekerja berlipat ganda; (b) merajut
kehangatan dengan keluarga, suatu hal amat sulit dilakukan di masa sekarang ini;
atau (c) mengisi dengan liburan yang edukatif, bisa tempat tertentu
seperti: outbon, menonton bioskop, ke lokasi wisata atau yang murah
meriah bagi anak-anak, seperti: berkunjung ke lokasi petani atau
industri kecil, bersih-bersih rumah atau jogging bersama; tentu ini
amat positif dalam memaknai liburan, sehingga faktor dana dan waktu berapa pun
yang terpakai, tidak menjadi soal selama liburan memberi dimensi kualitas dan
berkesan, bukan?
Tips ini amat mujarab, meski
kupasannya berbahasa sederhana, tidak ilmiah banget, tetapi mampu membuat
Redaksi Kompas memuatnya di media cetak, 1 Juli 2009. Klik
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/06/09/memaknai-liburanContoh kedua, permainan layang-layang.
Bila yang digali hanya bayangan kecemasan dan kekhawatiran bahayanya anak terperosok, tertabrak atau tersengat aliran listrik, dan menganggap permainan layang-layang tidak dibutuhkan lagi oleh anak-anak generasi sekarang, media cetak sulit menempatkan artikel bertema seperti ini.
Tetapi bila dimaknai secara positif,
seperti: Permainan layang-layang, sesungguhnya melatih fisik anak
lebih tangkas dan lincah dengan berlari dan mengejar
layang-layang putus. Ini amat berguna untuk mereduksi gejala penyakit
hipokinetik, timbul akibat gaya
hidup statis tren anak-anak masa kini. Begitu pun nilai-nilai
kolektivitas pun di kalangan sebaya terbangun seperti:
menghormati aturan di kalangan mereka, menghukum yang berbuat curang, dan
sikap kebersamaan lain, seperti: ikut memasangkan tali timba, membantu membawa
golongan benang, atau tukar-menukar gelasan, dan lain-lain.
Sedangkan bermain di ruang terbuka, anak-anak leluasa untuk
berteriak secara spontan, selain berguna melekatkan jiwa korsa
secara emosional, juga menjadi sarana interaksi sosial, pelega
emosi dan penyingkap bawah sadar mereka mengeluarkan unek-unek hatinya.
Pendeknya, mereka bisa menikmati masa anak-anak dengan suka cita. Dan
pemberian solusi bijak bagi mereka dibutuhkan agar hobi mereka tidak
tersumbat, permainan tetap bisa dinikmati tanpa membahayakan dirinya.
Artikel sederhana di atas dapat ditayangkan di
media Kompas, 15 Nov 2008. Yuk, berpikir positif atau husnudzon billah, karena Alloh bersama persangkaan hambanya, bukan?
(WIRAWATI/11103763/11.4a.14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar