Senin, 29 September 2014

Melalui Siapa Rejeki Datang

Matahari baru muncul dari peraduannya ketika Pak Hasan keluar dari rumahnya. Dua orang anaknya ikut bersamanya. Sebelum ke kantor Pak Hasan biasa mengantarkan dulu anak-anaknya ke sekolah. Husna, istrinya yang sedang hamil, mengantarkannya sampai di pintu gerbang. Sambil mencium tangan suaminya ia berpesan, "Hati-hati di jalan Mas."

"Insya Allah, baik-baik di rumah ya. Assalaamu'alaikum." kata suaminya.

"Wa'alaikumussalaam." jawab Husna.

Husna segera menutup pintu pagar segera setelah suaminya berlalu. Ia kembali masuk rumah. Tugas rutin sudah menanti, ngurus si kecil yang masih balita, menyiapkan makan siang, menata rumah, dan masih banyak lagi. Sebenarnya ada si bibik yang membantunya, tapi tetap saja ia tidak bisa berlepas tangan. Semenjak menikah dan mengandung anak pertama, Husna memang sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai karyawati di sebuah perusahaan. Ia dan suaminya sudah sepakat memprioritaskan yang utama dan berbagi tanggung jawab.

Dari dalam rumah Husna mendengar suara motor Pak Syarif, tetangga depan rumahnya, meledak-ledak knalpotnya. Sementara anaknya terdengar sudah mulai merajuk,
"Bapak ayo dong, nanti Alya telat masuk sekolah."
"Sebentar nak, motornya lagi ngadat." jawab Pak Syarif.

Tak lama kemudian terdengar bel rumah Husna berbunyi, tingtong....tingtong.
"Assalaamu'alaikum!" terdengar seseorang mengucapkan salam.
"Wa'alaikumussalaam!" jawab Husna. Iapun bergegas membukakan pintu. Ternyata Pak Syarif yang datang.
"Maaf Bu Husna, boleh saya meminjam motor? untuk nganter Alya ke sekolah. Kebetulan motor saya lagi ngadat."
"Oh ya Pak, silahkan, motor saya juga lagi nganggur kok." Husna mengambil kunci motor dan menyerahkannya ke Pak Syarif.
"Maaf Bu Husna, jadi ngrepoti ini. Sekalian mau nanya, dimana ya beli jarum sama benang? Alya disuruh bawa untuk pelajaran keterampilan. Ibunya gak sempat nyarikan."
"Oh, di sana Pak, di toko Warna Warni sebelah utara pasar. Semua bahan-bahan keterampilan tangan ada di sana, lengkap." jawab Husna.
"Terima kasih banyak Bu, saya permisi dulu, assalaamu'alaikum." kata Pak Syarif sambil menyalakan motor, dan segera berlalu.
"Wa'alaikumussalaam, sama-sama Pak."

Bu Syarifah, istri Pak Syarif, adalah wanita karir yang sukses. Pekerjaannya di salah satu perusahaan asing memang menuntut kedisiplinan dan loyalitas yang tinggi. Apalagi kantornya cukup jauh dari rumah. Berangkat pagi buta dan malam baru pulang. Sementara Pak Syarif, yang berprofesi sebagai guru di sebuah yayasan, tidak terlalu sibuk, cukup punya waktu luang. Jadi Pak Syariflah yang lebih banyak menemani dan mengurus anak-anaknya. Kadang-kadang jika tidak sedang sibuk, atau sedang libur, Bu Syarifah menyempatkan diri mengantar anak-anaknya ke sekolah dengan mobilnya.

Husna segera menutup kembali pintu pagarnya. Belum lagi masuk rumah, langkahnya terhenti karena ada yang menyapanya.
"Assalamu'alaikum, permisi Tante, mau anter pesanan kuenya."
Seorang gadis belia telah berdiri di luar pagarnya.
"Wa'alaikumussalaam. Eh... Aisyah, pagi bener sudah dianter kuenya. Ayo masuk sini!" sahut Husna.
"Iya Tante, pesanan Tante sudah saya bikin dari habis sholat subuh tadi. Maaf Tante gak bisa lama-lama, buru-buru mau ke toko, sudah ditunggu pelanggan." jawab Aisyah sambil menyerahkan sekotak kue kepada Husna.
"Makasih ya Aisyah"
"Sama-sama Tante. Saya permisi dulu. Assalaamu'alaikum..."
"Wa'alaikumussalam..." jawab Husna mengakhiri pembicaraan.

Aisyah, anak tetangga sebelah, umurnya belum genap 17 tahun. Ceria, energik dan kreatif. Sejak beberapa tahun yang lalu ayahnya sakit, sehingga tidak kuat lagi bekerja. Syukurlah Aisyah dan 2 orang adiknya sangat giat berusaha. Mereka rajin dan bersemangat. Dimulai dari jualan kue kecil-kecilan, keliling kampung, hingga sekarang mampu menyewa toko di dekat pasar. Dengan usaha anak-anak itu, kebutuhan hidup mereka bisa tercukupi.

Tiga keluarga, hidup bertetangga, dengan model kehidupan yang berbeda. Dalam satu keluarga, setiap anggotanya punya kemampuan dan juga kesempatan yang berbeda-beda dalam meraih sesuatu. Termasuk dalam hal mendapatkan penghasilan. Allah memberikan rejeki dari arah mana dan lewat siapa, tidak sama untuk setiap keluarga. Seperti keluarga Hasan-Husna, Allah mendatangkan rejeki lewat pekerjaan suami. Sementara keluarga Syarif-Syarifah, Allah lebih banyak mendatangkan rejeki lewat istri. Lain lagi dengan keluarga Aisyah yang mana melalui usaha anak-anaknya Allah mendatangkan rejeki.

Masalahkah itu? Harusnya tidak. Asalkan tiap-tiap individu dalam keluarga itu saling memahami, menghormati dan tahu kedudukannya masing-masing.

Hasan sebagai kepala keluarga sudah selayaknya berkewajiban mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam QS. An-Nisa’ ayat 34:

Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita (istri), oleh karena Allah telah melebihkan golongan mereka (laki-laki) atas golongan yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (istri). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu,maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Sebagai suami tanggung jawab materiilnya adalah berusaha dengan sekuat kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Sedangkan tanggung jawab morilnya adalah dia harus pandai memilah dan memilih, agar nafkah yang diberikan kepada keluarganya benar-benar halal.

Di kantornya Hasan dianggap sombong dan sok suci, bahkan ada beberapa yang sangat tidak menyukainya. Lho, kok bisa? Ini diantara sebabnya. Ketika teman-temannya mengajaknya keluar kantor di jam kerja, dia menjawab, "Maaf, saya tidak berani meninggalkan kantor, walaupun sudah tidak ada pekerjaan. walaupun pak kepala juga tidak tahu." Kenapa begitu? Karena dia berprinsip bahwa dirinya digaji untuk kerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, lima hari dalam seminggu. Kalau dia keluar kantor bukan untuk urusan kerja, berarti korupsi waktu, nanti di akhir bulan, ada yang tidak halal di gajinya, begitu prinsipnya.

Demikian pula ketika ada seseorang yang memberinya bingkisan, Hasan bertanya, "Untuk apa bingkisan ini Pak?"
Orang itu menjawab, "Ini untuk Bapak, saya berterima kasih, bapak telah membantu saya, telah memberi pelayanan yang baik dan cepat di kantor ini."

Hasan menjelaskan, "Pak, saya memang digaji untuk melayani siapa saja yang datang ke sini. Melayani dengan baik itu memang tugas saya pak, itu artinya saya belum membantu bapak, saya baru menjalankan tugas saja. Terimakasih apresiasinya dan silahkan dibawa kembali bingkisannya." Subhanallah, andai saja semua pegawai seperti itu.

Sedangkan sebagai istri, Husna bertanggung jawab urusan rumahtangga. Hasan memintanya untuk fokus dengan tanggungjawab itu. Husna rela meninggalkan pekerjaannya di kantor dan beralih meniti karir sebagai ibu rumah tangga. Husna sadar betul dengan kedudukannya yang sekarang. Mengingat perintah Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab ayat 33:

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Jaman sekarang menjadi ibu rumah tangga adalah profesi yang 'sepi peminat'. Tidak percaya? Tanya saja sama anak-anak yang masih sekolah, "Apa cita-citamu nak?" Jawabannya akan sangat beragam mulai dari jadi guru, dokter, pramugari, pilot sampai pengusaha. Tapi adakah yang menjawab, "Cita-citaku menjadi ibu rumah tangga yang sukses." Sulit kita temukan.

Di pihak lain, yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga ketika ditanya, "Ibu bekerja di mana?" merasa malu ketika harus menjawab, "Saya tidak ngantor, saya di rumah saja, jadi ibu rumah tangga." Apalagi yang nanya akan melanjutkan dengan perkataan, "Kenapa ibu tidak bekerja? Tidak enak lho tidak punya penghasilan sendiri itu, mau apa-apa harus minta suami, sedikit-sedikit harus ijin suami. Kepengen ini tidak bisa, kepengen itu tidak kesampaian, repot!"

Padahal kalau kita cermati profesi sebagai ibu rumah tangga bukanlah pekerjaan ringan, ini pekerjaan hampir tidak ada istirahatnya, juga tidak ada jatah cutinya. Setiap harinya mulai bertugas paling awal dan selesai paling akhir. Tidak tanggung-tanggung beberapa posisi dan jabatan diborong. Mulai dari cleaning service, chef, baby sitter, guru privat, purchasing manager, sekretaris pribadi, dan satu lagi, ketika malam tiba harus bisa menjelma menjadi bidadari cantik untuk menyambut sang pangeran, heem........

Di kantor manapun tidak ada jabatan segitu banyak di pegang satu orang, tidak akan ada yang mau. Apalagi profesi ini tidak ada salarynya. Lengkaplah sudah…Tapi jangan khawatir dapatnya jauh lebih baik dari sekedar salary, yaitu pahala yang berlimpah, subhanallaah.

Apabila seorang wanita sholat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya, "Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai." (HR Ahmad 1/191 dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimullah dalam Shahilul Jami' no. 660, 661) 

Keutamaan-keutamaan lainnya bisa kita baca di hadist panjang nasehat Rosulullah SAW kepada putrinya, Fatimah Az-Zahro ra. 

Sementara untuk pasangan Syarif-Syarifah yang mana istrinya punya kemampuan dan kesempatan yang lebih dibandingkan suaminya dalam berkarir. Di era sekarang ini hal itu tidak mustahil. Karena pendidikan dan peluang sudah sangat terbuka bagi wanita, sehingga untuk beberapa posisi karir seorang wanita bisa lebih cepat melejit dibandingkan kaum laki-laki.

Jika hal itu yang terjadi dalam sebuah rumahtangga, maka bagaimana cara memandang dan memahaminya, menjadi sangat penting. Sebagai seorang istri amatlah terpuji jika dia menerima dan ikhlas dengan apapun dan seberapapun nafkah yang diberikan suaminya. Namun jika 'terpaksa' karena satu dan lain hal, maka tidak mengapa jika seorang istri bekerja di luar rumah.. Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan keterpaksaan itu misalnya:

1. Kebutuhan ekonomi yang mendesak.
2. Ada orangtua atau saudara yang harus dinafkahi.
3. Ada planning yang membutuhkan dana, misalnya biaya pendidikan anak, menunaikan ibadah haji, menyantuni anak yatim dan dhu'afa, membangun pesantren, atau yang lainnya.
4. Profesi yang digeluti sangat dibutuhkan oleh orang banyak.
5. Mempunyai ilmu dan ketrampilan yang sangat bermanfaat.
6. Menghindarkan diri dari meminta-minta bantuan pada orang lain (menjaga kehormatan diri dan keluarga).

Jika keterpaksaan itu harus diambil maka sangat diperlukan adanya saling pengertian dari masing-masing pihak. Istri wajib mengantongi ijin dari suami dan harus mendapatkan ridlonya untuk menekuni karirnya. Yang terpenting adalah istri harus mampu mendudukkan dirinya pada tempat yang semestinya. Misalnya seorang istri walaupun di kantornya punya kedudukan tinggi, tapi di dalam rumah tetaplah seorang istri, yang harus menghargai, melayani dan taat pada suaminya. Bagaimanapun juga seorang istri bisa seperti itu karena dukungan dari suaminya, tak jarang pula karena suaminya bersedia mengambil alih beberapa tugas atau kewajiban istrinya. 

Diberi kesempatan dan ijin untuk menjadi wanita karir jangan sampai menyebabkan istri durhaka pada suami. Alangkah baiknya jika kesempatan itu dipakai untuk sebanyak-banyaknya mengambil manfaat. Dengan mempunyai penghasilan sendiri seorang istri bisa berbuat lebih banyak dibandingkan yang tidak berpenghasilan. Lebih besar kesempatan untuk bersedekah, lebih banyak peluang untuk membantu sesama, dan terbuka lebar jalan untuk beramal jariah dengan ilmunya. Jika bagi seorang suami menafkahi keluarga adalah wajib, maka bagi istri memberi nafkah keluarga adalah sedekah.

Selain itu perlu juga dipilih pekerjaan yang tidak melanggar ketentuan syar'i. Yaitu pekerjaan yang halal dan menghasilkan yang halal pula, juga dalam bekerja tetap bisa menjalankan kewajiban sebagai muslimah dengan baik. Misalnya ibadah fadlu ‘ainnya tidak terganggu, kewajiban utama sebagai istri tidak terbengkalai, dan akhlaqnya tetap terjaga dengan etika pergaulan dan cara berpakaian yang syar’i.

Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

Lain Syarif-Syarifah lain pula halnya dengan Aisyah. Tatkala kepala keluarga tak lagi mampu mencari nafkah, Allah tidak berhenti untuk memberikan rejeki-Nya. Melalui anak-anaknya Allah menurunkannya. Kondisi ini justru memberi kesempatan bagi anak-anaknya untuk berbakti pada orangtua lebih baik lagi. 

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’ Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat.” (QS Al-Isra’ [17]: 23-25)

Jika anak-anaknya ikhlas, Insya Allah keberkahan akan menaungi mereka, dan surga telah menanti mereka, Insya Allah. 

Rasulullah telah menghimbau dengan sabdanya: "Barangsiapa ingin panjang umur dan beroleh rizki melimpah ruah, maka hendaklah dia berbakti kepada orangtua dan menyambung tali persaudaraan." (HR Imam Ahmad dari Anas bin Malik).

Rasulullah telah menegaskan, bahwa barangsiapa berbakti kepada orangtua, maka dia akan memperoleh kebahagiaan panjang umur yang penuh keberkatan. (HR. Imam Abu Ya'la dan Thabrani bersumber dari Mu'adz bin Jabal)

Suatu ketika datang seseorang lalu berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya ingin ikut berjihad, tapi saya tidak mampu!” Rasulullah bertanya, “Apakah orangtuamu masih hidup?” Orang itu menjawab,“Ibu saya masih hidup.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenjelaskan: “Temuilah Allah dengan berbakti kepada kedua orangtuamu (birrul walidain). Jika engkau melakukannya, samalah dengan engkau berhaji, berumrah dan berjihad.”
(HR. Thabrani).

Setiap alur kehidupan mempunyai kelebihan masing-masing, sekaligus juga mempunyai kekurangannya sendiri-sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana mengelola kelebihan tersebut sehingga mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya, dan meminimalkan kekurangan yang ada agar tidak mendatangkan madhorot. Setiap insan diberi jatah waktu yang sama, yaitu 24 jam sehari, tidak lebih tidak kurang. Di rentang waktu itu banyak hal yang bisa kita kerjakan. Sulit bagi kita untuk bisa mengambil semua pekerjaan itu sekaligus, maka harus dipilih mana yang manfaatnya lebih besar daripada madhorotnya. Untuk tiap individu atau keluarga bisa berbeda-beda jalan yang ditempuh, tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing. Tiap pilihan pasti ada sisi baiknya dan ada sisi buruknya, ada kelebihannya ada kekurangannya. 

Jika karena kesibukan di luar rumah seorang istri tidak sempat membuatkan dan menyajikan makanan dan minuman untuk suaminya, padahal pahala untuk itu lebih baik daripada berhaji dan puasa setahun penuh, maka lakukanlah sesuatu yang pahalanya setara atau lebih dari itu. 

Jika banyak yang tidak mau repot hamil dan melahirkan banyak anak, padahal pahala wanita yang hamil sama dengan orang yang selalu puasa di siang hari dan sholat sepanjang malam, dan ketika melahirkan hapuslah segala dosa sebelumnya, kecuali dosa syirik. Belum lagi pahalanya merawat anak, maka ambillah sesuatu yang lebih utama dari itu. Bukan bermaksud hitung-hitungan tapi hanya memanfaatkan waktu dengan maksimal, bukankah umur kita di dunia ini sangat terbatas? Kita hanya berusaha untuk melakukan amalan yang paling utama dan menghindari kesia-siaan, agar tidak termasuk orang-orang yang merugi. 

Barangsiapa yang bekerja (dengan niat atau tujuan) untuk kedua orang-tuanya, maka ia berada dalam jalan Allah, dan barang-siapa yang bekerja untuk keluarganya, maka ia berada dalam jalan Allah, dan barang-siapa yang bekerja untuk dirinya, untuk menjaga kehormatannya maka ia berada dalam jalan Allah. Dan barang-siapa yang bekerja (dengan niat atau tujuan) menumpuk-numpuk harta, maka ia berada di jalan yang sesat atau di jalan syaithan.
(Diriwayatkan oleh Al-Bazzar, Abu Nu'aim dan Ash-Bahani. Lihat Al-Ahaditsush-Shahihah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddîn Al-Albani jilid V hal. 272 no.: 2232)

Insya Allah tidak ada yang berat jika semua kita lakukan dengan penuh harap akan pertolongan Allah, dan Allah juga telah memberi kita keringanan dengan firman-Nya:

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. At-Taghobun: 16)


Penulis : Santi Harmoetadji
Ibu Rumah Tangga yang berusaha untuk menjadi insan mulia

http://www.bersamadakwah.com/2014/05/melalui-siapa-rejeki-datang.html

4 Nasehat Nabi untuk Para Suami

Empat nasehat ini dikutip Syaikh Fuad Shalih dalam bukunya Liman Yuriidu Az Ziwaaj wa Tazawuj. Sebagai ulama dan penulis buku pernikahan, beliau merasa perlu mencantumkan hadits ini agar para suami berbenah diri; tidak hanya menuntut istri mempersembahkan yang terbaik bagi dirinya, tetapi juga ia mempersembahkan yang terbaik untuk istrinya.

Empat nasehat ini secara khusus mengajarkan suami untuk berpenampilan menarik di rumah. Syaikh Fuad Shalih mengatakan:

Hal ini diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Cucilah bajumu, rapikan rambutmu, gosoklah gigimu, dan berhiaslah untuk istrimu.”

Cucilah Bajumu
Nasehat pertama ini memiliki dua dimensi. Dimensi pertama ada pada proses. Dimensi kedua terletak pada hasilnya.

Sebagai sebuah proses, “cucilah bajumu” berarti berbagi dengan istri dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan domestik, khususnya bagi keluarga yang tidak memiliki khadimat. Mencuci baju tidak dibebankan kepada istri saja, melainkan suami juga melakukannya. Baik mencuci dengan tangan maupun dengan mesin cuci. Konsep berbagi peran inilah yang diteladankan oleh Rasulullah. Kendati beliau adalah Nabi, pemimpin negara, qiyadah dakwah dan panglima perang, beliau menyempatkan diri untuk membantu istri-istrinya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.

Ditinjau dari dimensi hasil, “cucilah bajumu” membuat suami tampil dengan pakaian rapi di depan istrinya. Tidak kusut. Tidak menyebalkan.

Mungkin sebagian suami tidak merasa perlu tampil rapi di hadapan suaminya, terlebih ketika malam tiba. Namun, jika ia menuntut istrinya tampil prima di depannya, mengapa ia tidak menuntut dirinya melakukan hal yang sama? Bukankah Islam menjunjung keadilan? Kita para suami kadang belum juga mengerti bahwa wanita itu tidak selalu mencurahkan perasaannya kepada suami. Ia kadang menyimpannya di hati dan berusaha menyabarkan diri. Saat kita para suami dengan mudah mengatakan “Pakaialah baju yang indah”, para istri hanya menahan sabar melihat kita menghampirinya dengan baju berbau. Mari kita berusaha berubah. Menjadi suami yang lebih rapi di depan istri.

Rapikan rambutmu
Ketika berangkat kerja, ketika pergi ke kantor, ketika hendak syuro, ketika mau mengisi pengajian, kita para lelaki yang katanya tidak suka dandan, minimal merapikan rambut. Lalu saat hanya berdua dengan istri, mengapa kita tidak melakukan hal serupa? Bukankah jika begitu kita lebih mengutamakan orang lain daripada istri kita sendiri? Padahal rekan-rekan kerjanya tidak memasakkannya. Teman-temannya juga tak bisa merawatnya ketika ia sakit. Yang setia menemani, yang setia merawat adalah istri. Dan tidak ada orang lain yang bisa menghangatkannya di kala kedinginan kecuali istrinya sendiri. Lalu mengapa kita sebagai suami justru tak bisa tampil rapi saat bersamanya?

Gosoklah gigimu
Bau mulut adalah satu hal yang mengganggu komunikasi dan menjadi pembatas kedekatan. Ketika seorang suami tak suka istrinya mengeluarkan bau saat ia berbicara, demikian pula istri sebenarnya tak suka jika suaminya menghampirinya dengan bau yang tak sedap.

Adalah junjungan kita yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, setiap akan masuk rumah, beliau bersiwak terlebih dahulu. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Bunda Aisyah menjadi saksi kebiasaan Rasulullah ini. Ketika ditanya, “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab: ”Bersiwak”.

Maka sungguh nasehat ini harus dikerjakan oleh para suami. Hendaklah ia rajin bersiwak atau menggosok giginya. Jika berduaan dengan istri, pastikan sudah gosok gigi. Pastikan tak ada bau yang mengganggu. Hingga curhat pun menjadi mengasyikkan. Hingga berduaan pun jadi penuh kemesraan.

Dan lebih dari itu, menggosok gigi atau bersiwak mendatangkan dua kebaikan. Kebersihan dan kesehatan mulut, serta mendatangkan keridhaan Tuhan. “Bersiwak itu membersihkan mulut dan membuat Tuhan ridha” (HR. Al Baihaqi dan An Nasa’i)

Berhiaslah untuk istrimu

Para sahabat Nabi adalah suami-suami yang terdepan dalam mengamalkan nasehat ini. Ibnu Abbas mengatakan, “Aku suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka istriku berhias untukku”

Mengapa demikian, karena Ibnu Abbas yakin, “Sesungguhnya berhiasnya suami di hadapan istrinya akan membantu istri menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki selain suaminya. Berhiasnya suami di hadapan istrinya juga makin mendekatkan hati keduanya.”

Jika para sahabat yang sibuk berdakwah dan berjihad tidak lalai berhias untuk istrinya, bagaimana dengan kita? Semoga bisa meneladani mereka. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com

http://www.bersamadakwah.com/2014/09/4-nasehat-nabi-untuk-para-suami.html

Minggu, 28 September 2014

Ada 5 Perbedaan Mencolok antara Pidato Mursi dan As-Sisi di PBB

Ada perbedaan yang sangat mencolok antara pidato Presiden Mursi di PBB pada tahun 2012 dengan pidato As-Sisi pada tahun 2014 ini. Portal berita rassd menulis, paling tidak terdapat lima perbedaan yang sangat mencolok.

1. Kualitas bahasa dan nilai sastra

Pidato Presiden Mursi pada tahun 2012 sangat runtut dan jelas, di mana Mursi selalu menggunakan bahasa Arab fusha (resmi) dengan struktur tata bahasa yang rapi dan benar. Hal ini bertolak belakang dengan As-Sisi yang dominan menggunakan bahasa Arab amiyah (pasaran) tanpa aturan tata bahasa yang baku.

Selain itu, kalimat-kalimat As-Sisi terkesan “mbulet” dan tak ada keterusterangan. Kebanyakan hanya berisi tuduhan terhadap pihak-pihak yang tidak hadir di majelis.

2. Isi pidato

Perbedaan yang paling mencolok antara pidato Presiden Mursi tahun  2012 dengan As-Sisi tahun 2014 terletak pada isi pidato.

Kalimat-kalimat Mursi bernas dan religius sesuai dengan identitas keislaman rakyat Mesir. Mursi juga menunjukkan rasa hormatnya terhadap Revolusi 25 Januari berikut tujuan-tujuan yang akan dicapai bersama. Yang ia sampaikan hanya fakta dan kebenaran yang memang benar-benar telah dilakukan oleh masyarakat Mesir.

Adapun As-Sisi, pokok pidatonya sebatas usaha melakukan justifikasi atas kudeta yang ia rancang dan kecaman-kecaman terhadap Jamaah Ikhwanul Muslimin. Hal mana yang kemudian ditafsirkan oleh para analis politik sebagai wujud dari “rasa bersalah” dan “ketidakpercayaan diri”.

Dalam pidatonya As-Sisi selalu mengulang-ulang kalimat “perang melawan terorisme” sebagai dagangan utama dalam berbagai kesempatan. As-Sisi juga terus mengulang pernyataan bahwa dia “mewakili seluruh rakyat Mesir”.

Menurut para analis, pernyataan seperti itu terus diulang karena As-Sisi benar-benar merasa telah “berbohong” dan pada hakikatnya hanya mewakili dirinya sendiri saat berpidato.

3. Durasi waktu

Pada tahun 2012 yang lalu Mursi berpidato selama lebih dari 38 menit, sedangkan pada tahun 2014 ini As-Sisi hanya berpidato selama 18 menit. Itu pun terkesan “mbulet” dan diulang-ulang.

4. Protokoler

Presiden Mursi waktu itu tidak membawa “tim sorak” untuk bertepuk tangan saat ia sedang menyampaikan pidato. Presiden Mursi tampil dengan sangat percaya diri dan pidatonya memang sangat ditunggu-tunggu, sebagai presiden sipil pertama yang memenangi Pemilu paling demokratis dalam sejarah Mesir modern.

Hal ini berkebalikan dengan As-Sisi yang membawa banyak tim sorak untuk bertepuk tangan dan berkomentar saat ia sedang menyampaikan pidato. As-Sisi seakan menyadari bagaimana dunia luar memandang dirinya sebagai otak di balik kudeta militer yang kekuasaannya tidak diakui bahkan oleh mayoritas masyarakat Mesir sendiri. Oleh karena itu, ia berkepentingan membawa tim sorak untuk mendukung pidato yang disampaikannya.

5. Reaksi masyarakat internasional

Pidato Presiden Mursi tahun 2012 yang sangat ditunggu-tunggu memantik reaksi luas di dunia internasional.  Majalah Time waktu itu menulis laporan bahwa Mursi, sebagai presiden pertama yang dipilih secara demokratis di Timur Tengah berbicara dengan tegas terkait penderitaan warga Palestina. Mursi juga memberikan peta jalan yang jelas bagi perdamaian di Syiria. Bahkan secara eksplisit Mursi menyentil Israel dan Iran terkait sikap keduanya terhadap kepemilikan senjata nuklir.

Apa yang disampaikan oleh Presiden Mursi juga mendapat reaksi positif di dunia maya, khususnya para pengguna jejaring sosial Facebook dan Twitter di dunia Arab dan Mesir khususnya, karena dianggap mewakili suara mereka.

Semua itu berbanding terbalik dengan pidato As-Sisi, di mana sama sekali tidak mendapat apresiasi di pemberitaan negara-negara Arab maupun dunia internasional. Bahkan di dunia maya, khususnya di jejaring sosial Facebook dan Twitter, pidato As-Sisi hanya menjadi bahan olok-olokan. Hastag berbahasa arab yang menyerukan untuk menangkap As-Sisi bila menemukannya di jalanan New York sempat menjadi tranding topic di Twitter.

Ala’ Bayumi, seorang analis politik Arab mengomentari pidato As-Sisi dengan penuh keheranan dan menganggapnya sebagai pribadi yang hanya bisa menyalahkan orang lain. “As-Sisi pribadi yang kontradiktif. Suatu hari dia akan menyadari hal itu. Dia selalu mengirim pesan yang bertentangan. Di Mesir dia mengatakan ingin rekonsiliasi dengan kelompok Ikhwanul Muslimin dan membuka peluang mereka untuk berpartisipasi di dunia politik. Tapi hari ini dia mengecam musuh-musuh politiknya dengan cara membabi buta,” terangnya. (ali/rassd.com)


http://www.pkspiyungan.org/2014/09/ada-5-perbedaan-mencolok-antara-pidato.html

Perkokoh Tegaknya Syariat Islam, 6 Qanun Ini Disahkan di Aceh

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan qanun jinayat yang menjadi dasar menghukum para pelaku tindak pidana Islam di Provinsi Aceh.

Selain mengesahkan qanun jinayat, DPRA mengesahkan enam qanun atau peraturan daerah lainnya. Qanun yang disahkan tersebut, yakni qanun tentang syariat Islam, qanun Bank Aceh Syariat, qanun penyelenggaraan pendidikan, qanun ketenagakerjaan, perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2012 tentang pajak Aceh, dan perubahan Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang pengelolaan keuangan Aceh.

Keenam Qanun dan Qanun Jinayat ini diputuskan dalam sidang paripurna DPRA Sabtu Subuh, 27 September 2014.

Adanya keenam Qanun dan Qanun Jinayat ini semakin memperkokoh penegakan syariat Islam di Provinsi yang kerap dijuluki Serambi Mekkah ini. (fs)

http://www.pkspiyungan.org/2014/09/perkokoh-tegaknya-syariat-islam-6-qanun.html

Kamis, 25 September 2014

Agenda Mereka Membinasakan Islam Politik, Sadarkah kita?

Koar-koar memerangi ISIS, tapi yang digempur malah pusat-pusat Mujahidin Syiria anti Assad. Ceritanya anti terorisme, tapi mengapa yang dijegal adalah agenda politik Islam dan Islam berpolitik?

Ya. Umat Islam kini disuguhi tontonan tambahan, tanpa pernah bisa menyentuh pertunjukan inti sebenarnya. Para pemimpin Arab sebagai cukong kepentingan AS-Israel, dengan suka hati melakukan pembiaran bahkan mendanai pelbagai kisruh dan krisis di wilayah Timur Tengah. Belum usai dengan tragedi Afganistan. Maka dunia Islam berkecamuk dengan gempuran AS-Salibis-Zionis-Syi'ah Internasional terhadap Irak, Syiria, Libanon, Yaman, Mesir, Libia. Semua berdalih mengatasnamakan "Perang Terhadap Terorisme". Tanpa pernah mengerti, arti terorisme dan teroris sebenarnya.

Semakin terang benderang. AS-Israel-Syiah tidak pernah mengizinkan Islam politik dan Politik Islam bisa berkuasa, dengan cara apapun. Apakah melalui taurits (pewarisan tahta monarkhi), atau melalui Pemilu Demokratis, atau melalui kudeta. Pokoknya, setiap gerakan Islam atau individu muslim yang memiliki agenda-agenda Politik Islam yang pro-Palestina. Maka akan segera dibinasakan.

Contohnya sangat terang benderang:

1. Raja Faishal, dibunuh. Ia seorang raja dan menjadi pemimpin bukan Khilafah bukan bula Presiden atau PM dipilih. Tapi akhirnya dihabisi, setelah kebijakannya pro-Palestina dan membuat rakyat AS (Yahudi-Salib) menderita akibat embargo minyak tahun 1973.

2. Presiden Sudan, Omar Bashir. Ia seorang presiden yang berkuasa setelah mengkudeta pemenang Pemilu. Ia pun terus diburu dan diganggu kekuasaannya, karena ia memiliki concern terhadap Palestina.

3. Presiden Mursi. Presiden dari Ikhwanul Muslimin yang menang dengan Pemilu demokratis bersejarah dan terbersih di Mesir. Hanya 1 tahun berkuasa, Mursi langsung dikudeta berdarah. Alasannya kita tahu bersama, karena Mursi Presiden dunia Arab yang mengatakan, "Gaza dan Palestina tidak akan pernah sendiri menghadapi kekejaman Israel."

4. Presiden Pakistan, Dhiyaul Haq dibunuh. Tokoh yang juga sangat perhatian dengan Palestina.

Oleh karena itu, Israel (AS-Barat) terus menebar ranjau-ranjau pemikiran agar Islam politik dan politik Islam tidak mampu berkuasa di negerinya sendiri. Diciptakanlah boneka-boneka loyalis dengan jubah-jubah yang berbeda. Ada jubah kebesaran Liberalisme, ada juga jubah dengan baju sangat Syariah sehingga ujung-ujungnya mengkafirkan sesama muslim dan men-thaghut-kan perjuangan yang dilakukan. Plus ada jubah kebesaran berupa merasa paling benar dan menganggap orang lain sesat.

Jadi kawan, masihkah kita tidak sadar dan mampu membaca fenomena yang terang benderang? AS-Israel (Yahudi-Salibis-Syiah) teramat benci Islam politik.

Islam yang sebenarnya adalah Islam yang berjaya dalam ekonomi, sosial, politik, persenjataan. Bukan Islam yang hanya sebatas puasa, haji, zakat, celana cingkrang, janggut tebal, atau hanya sekedar teriak mengharam-haramkan sesuatu sembari menikmatinya. Wallahu A'lam. (Nandang Burhanudin)

http://www.pkspiyungan.org/2014/09/agenda-mereka-membinasakan-islam.html

Tak Ada Cinta Mati Kader PKS Untuk LHI

Entah mengapa, kasus LHI yang divonis MA 18 tahun dan dicabut hak politik, tidak berlaku untuk para koruptor kelas kakap. Anas Urbaningrum hanya divonis 8 tahun penjara plus denda, tanpa dicabut hak berpolitik. Lebih parah lagi, Atut Sang Gubernur Banten, pun hanya 4 tahun, dan tanpa dicabut hak politik sebagai WN.

Entah mengapa lagi, stigma negatif Korupsi Sapi yang masih "belum terbukti" terus disematkan kepada partai yang dipimpin LHI. Tapi stigma yang sama tidak pernah ditahbiskan kepada PDIP si juara korupsi, atau Demokrat, Golkar, PPP, Hanura, Gerindra, dan parpol lain. Jika ada seseorang yang sedikit bertanya, mengapa kader-kader PDIP yang jumlahnya ratusan dan terbukti di pengadilan, lantas dihukum ringan? Pasti jawabannya, "PDIP dan parpol lain kan bukan partai dakwah!"

Semua seakan sepakat, PKS dan kadernya harus sesuci malaikat. Dianggap kader-kader PKS adalah manusia-manusia suci, hingga tak layak terpeleset. Maka untuk LHI, penyikapan kasusnya sangat superspesial. Kantor DPP PKS dikepung aparat. LHI ditangkap. Disergap. Digiring ke mobil tahanan KPK. Kemudian dijebloskan ke penjara. Semua assetnya disita. Mobil-mobil yang bukan miliknya diambil paksa. Jangan lupakan aroma wanita-wanita Fustun yang melengkapi berita, mengalahkan cerita korupsi Fathanah yang penuh intrik dan kepalsuan cerita.

Terus terang, saya bukan pengurus PKS. Sejak baligh saya sudah mendukung PPP. Kemudian tahun 1998 memilih PBB, dan sempat bertemu Yusril Ihza Mahendra di Kairo. Simpati saya kepada PKS, titik tolaknya harapan agar PKS mampu menjadi terdepan dalam Ishlahul Hukumah(perbaikan pemerintahan, Clean Government). Sebuah perjuangan yang teramat berat. Karena negara yang sudah dikuasai mafia, dan masyarakat yang cenderung membabi buta dalam benci dan cinta.

LHI sedang menjalani hukuman yang terlalu berlebihan. Standar untuk LHI, adalah standar hukuman para Nabi. Sedang hukuman untuk koruptor lain, standarnya standar baji**an. Tentu saja, LHI bukan nabi, bukan pula wali. Tapi untuk LHI, indikasi korupsi menerima suap 1 milyar dari asumsi katanya 40 milyar, adalah kebejatan moral. Namun bagi yang lain, korupsi di atas 1 Triliyun hingga 700 Triliyun (Bus Tranjakarta-BLBI-Century-Hambalang), adalah wajar dan normal.

Namun hikmah di balik semua itu sangat jelas dan mudah diterawang. Saya menemukan, kader-kader PKS mulai mawas diri. Sabar dijuluki Pecinta Korupsi Sapi. Lalu setiap aktivitas dan agenda kebajikannya senantiasa dianggap Kotoran Sapi. Si penuduh tidak sadar, otak yang penuh kotoran sapi itu adalah otaknya sendiri. Karena kader-kader PKS sangat mudah move on. Tidak ada cinta mati untuk LHI. Seperti cinta mati untuk Megawati atau Jokowi. LHI dipenjara tak ada yang demo apalagi berbuat angkara murka. Tapi jangan harap bisa menyentuh Megawati atau Jokowi. Bisa jadi anda dan kita akan diusir dari negeri yang katanya sedang direvolusi! Salam gigit dua jari!
(Nandang Burhanudin)

http://www.pkspiyungan.org/2014/09/tak-ada-cinta-mati-kader-pks-untuk-lhi.html

Selasa, 23 September 2014

Judul Buku: Sistem Informasi Manajemen (edisi 2)



SINOPSIS BUKU. Organisasi bisnis dewasa ini dihadapkan pada tantangan yang semakin menarik dan menantang bagi para manajer. Para manajer dituntut untuk mengelola organisasi secara lebih efektif, efisien dan sesuai dengan perkembangan zaman. Para pengelola organisasi modern tidak saja harus memiliki ilmu manajemen yang memadai, tetapi juga dihadapkan pada kebutuhan mengenai alat-alat yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi secara komprehensif.


Dua konsep mendasar yang sering dipakai untuk mengukur kinerja manajemen adalah efektifitas dan efisiensi. Efisiensi merupakan kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan benar. Sedangkan efektifitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Sistem informasi manajemen merupakan alat untuk mengimplementasikan upaya organisasi dengan menggunakan sistem informasi, pengolahan informasi dan atau komunikasi informasi. Sistem informasi yang dimaksud adalah mencakup sejumlah elemen, yaitu manusia, computer, teknologi informasi dan prosedur kerja.