Minggu, 20 Mei 2012


Tips-tips kreatif dan inovatif

Mengembangkan potensi anak melalui pembelajaran dapat dilakukan dengan melalui pendekatan yang dapat menstimulasi kemampuan anak untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan prosedur yang sistematis. Pengalaman menyelesaikan berbagai masalah, dapat diartikan berkembangnya wawasan anak yang berimplikasi pada kreativitas. Kreatif merupakan karakter yang sangat mendasar untuk menjadi seorang enterpreneur. Menurut Antonius Tanan, benih-benih enterpreneurship dapat dikembangkan pada diri anak sejak kecil, yaitu dengan cara mengembangkan kreativitas. Dalam hal ini, pembelajaran harus memiliki pola orientasi yang mengembangkan kemampuan berpikir anak, sehingga dapat berimplikasi secara sistemik dalam kognitif anak untuk selanjutnya menjadi karakter.
Karakter penting dalam wirausaha adalah kreativitas dan komitmen untuk realisasi. Pendidikan kewirausahaan harus mencakup pola piker, pengembangan keterampilan dan pembekalan pengetahuan. Di samping itu, pendidikan wirausaha tidak selalu harus berkaitan dengan bisnis. Akan tetapi wirausaha juga berkaitan dengan bidang sosial. Menurut Dwi Larso (2010), orientasi lulusan sekolah menengah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sampai sekolah menengah atas (SMA), dan kejuruan (SMK) di Indoensia masih untuk mencari kerja bukan sebagai wirausaha. Sedangkan di perguruan tinggi, pendidikan kewirausahaan hanya diberikan dalam bentuk mata kuliah atau pendidikan ekstrakurikuler yang hanya dilakukan selama tiga tahun.  Situasi ini, sangat berat melahirkan wirausahawan secara instan. Pola pikir wirausaha harus dibentuk dengan jangka panjang. Oleh karena itu, pendidikan wirausaha seharusnya diberikan sejak dini untuk menanamkan pola pikir untuk berwirausaha.
Merujuk pada kurikulum pendidikan nasional, dalam upaya mewujudkan pembelajaran pendidikan kewirausahaan di sekolah, dapat ditempuh dalam dua metode yaitu, pertama dilaksanakan melalui sebuah mata pelajaran khusus kewirausahaan yang diberikan dalam bentuk muatan lokal. Kedua, dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran melalui pengembangan kurikulum berbasis sekolah. Kedua  metode tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga proses pengembangan pembelajaran kewirausahaan harus menjadi bagian dari kebijakan akademik sekolah.
Mengembangkan pendidikan kewirausahaan penting sebagai muatan terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. Proses integrasi ini, dilakukan dengan menjadikan proses pembentukan karakter kewirausahaan sebagai konsep dalam pengembangan kurikulum dan desain pembelajaran. Dalam hal ini, pembentukan jiwa kewirausahaan dilakukan melalui proses sistemik dan bersinergi dengan perkembangan kognitif anak. Dalam perspektif biopsikologis, proses pembentukan karakter ini terjadi melalui proses manipulasi lingkungan yang memberi stimulasi secara berkesinambungan sehingga terbentuk sifat yang diinginkan. Dalam kajian ilmu biologi, proses pembentukan sifat dikontrol oleh aktivitas DNA (Deoksiribonucleat Acid) dalam mengkode gen yang membentuk sifat bagi setiap makhluk hidup. Proses pembelajaran yang inovatif yang secara sistematis mengembangkan karakter kewirausahaan anak sejak diusia sekolah dapat disebut sebagai upaya mengaktivasi DNA kewirausahaan yang secara alami memang telah dimiliki oleh setiap anak.
2. Hakekat Kewirausahaan
Menurut Hamdani (2010), secara terminologi kewirausahaan berasal dari terjemahan entrepreneur yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan between taker atau go between.  Pada Abad pertengahan, istilah entrepreneur digunakan untuk menggambarkan seorang aktor yang memimpin proyek produksi. Konsep secara lengkap tentang kewirausahaan diperkenalkan oleh Josep Schumpeter yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Schumpeter melakukan kegiatan melalui organisasi bisnis yang baru ataupun yang telah ada. Sehingga Schumpeter mengemukakan bahwa wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang, kemudain menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Pada awal ke-18, Richard Cantillon seorang ekonom Prancis memperkenalkan istilah entrepreneur yang berarti agent who buys means of production at certain in order to combine them. Setelah itu, Jean Baptista Say menambahkan konsep entrepreneur sebagai pemimpin, yaitu seseorang yang membawa orang lain bersama-sama untuk membangun sebuah organ produktif. Sedangkan menurut Steinhoff dan John F. Burges, mengemukakan pengertian wirausaha sebagai orang yang mengoganisasi, mengelola, dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha.
Menurut Hamdani (2010), wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usaha atau bisnisnya. Seorang wirausaha bebas merancang, menentukan, mengelola, dan mengendalikan semua usahanya. Sedangkan kewirausahaan merupakan suatu sikap, jiwa, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, bernilai, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, bernilai, dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Dengan demikian, kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berusaha dalam rangak meningkatkan pendapatan. Dalam hal ini, seorang wirausaha memiliki jiwa dan sikap wirausaha yang selalu mencari cara untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya. Usaha-usaha tersebut dilakukan dengan senantiasa berkreasi dan berinovasi secara terus menerus. Kemampuan kreatif dan inovatif menjadi dasar, kiat, dan sumber daya untuk mecari peluang menuju sukses.
Dari pengertian di atas, dapat diimplikasikan bahwa wirausaha merupakan orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Dengan demikian, pada hakikatnya semua orang adalah wirausaha, karena setiap orang memiliki kemampuan berdiri sendiri dalam menjalankan usahanya dan pekerjaanya guna mencapai tujuan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya. Kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif.
Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok yaitu peluang dan kemampuan menanggapi peluang. Oleh karena itu, pemahaman ini mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan normal, dapat menjadi wirausaha jika memiliki kemauan dan mendapatkan kesempatan untuk belajar dan berusaha.
Menurut Hamdani (2010), jika dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia, jumlah wirausaha di Indonesia masih tergolong sangat rendah. Dari 231,83 juta penduduk Indonesia, baru sekitar 4,6 juta yang berwirausaha atau sekitar 0,2% (1:500). Persentasi ini tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan negara maju di Asia seperti Jepang dan taiwan dengan persentase kewirausahaan penduduk mencapai 5 % (1 : 20). Rendahnya persentase kewirausahaan penduduk indonseia disebabkan oleh rendahnya minat masyarakat menggeluti kewirausahaan. Rendahnya minat ini, dapat saja disebabkan oleh tidak adanya jiwa entrepreneurship dan kenyamanan akan kekayaan sumber daya alam yang membentuk kultur yang kurang kreatif dan produktif.
Oleh karena itu, upaya peningkatan persentase kewirausahaan penduduk di Indonesia harus ditempuh dengan segala cara. Salah satunya adalah upaya sistemik yang dilakukan melalui pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dalam pembelajaran. Pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dapat dilakukan dalam hal pembentukan nilai-nilai kewirausahaan pada diri anak yang menyertai perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

3. DNA Entrepreneurship
Menurut Hamdani (2010), orang yang memiliki jiwa kewirausahaan memiliki dua karakteristik, yaitu motif berprestasi tinggi dan memiliki perspektif masa depan. Seseorang yang memiliki minat berwirausaha disebabkan adanya motif berprestasi. Motif berprestasi merupakan suatu nilai sosial yang menekankan pad hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi. Teori motivasi Maslow juga mengemukakan adanya pengaruh tingkat kebutuhan terhadap motivasi dengan membagi kebutuhan manusia ke dalam empat tingkatan. Pertama, kebutuhan fisik, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup seperti makan, minum, istirahat dan sebagainya. Kedua, kebutuhan akan rasa aman yang mendorong manusia untuk bebas dari rasa takut dan cemas. Ketiga, kebutuhan akan rasa kasih sayang, berupa pemenuhan hubungan antar-manusia seperti perhatian dan keintiman. Keempat, kebutuhan dalam harga diri yang dimanifestasikan manusia dalam bentuk aktualisasi diri.
Seorang wirausahawan hendaknya mampu menatap masa depan dengan lebih optimis. Melihat ke depan dengan berpikir dan berusaha. Orang yang berorientasi ke depan adalah orang yang memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan. Dengan memiliki pandangan yang visioner, maka ia akan selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya. Kunci dari karakteristik ini adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru serta berbeda dengan yang sudah ada. Sesuatu yang baru dan berbeda hanya dapat dilakukan dengan cara-cara kreatif dan inovatif.
Sumber            : http://mahmuddin.wordpress.com
NIM                : 11100866
NAMA            : ISMAYANTI
KRLAS           : 11.4A.24

Tidak ada komentar: