PROFIL
WIRAUSAHAWAN SUKSES “ IR. CIPUTRA “
Ir.
Ciputra adalah salah satu contoh wirausaha sukses di Indonesia yang bergerak dibidang properti. Beliau lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931. Ciputra menghabiskan masa
kecil hingga remajanya di sebuah desa terpencil di pojokan Sulawesi Utara.
Begitu jauhnya sehingga desa itu sudah nyaris berada di Sulawesi Tengah. Jauh
dari Manado, jauh pula dari Palu. Sejak kecil Ciputra sudah merasakan kesulitan
dan kepahitan hidup. Terutama saat bapaknya ditangkap dan diseret dihadapannya
oleh pasukan tak dikenal, dituduh sebagai mata-mata Belanda/ Jepang dan tidak
pernah kembali lagi (pada tahun 1944). Ketika remaja sekolah di SMP Frater
Donbosco Manado. Ketika tamat SMA, kira-kira saat dia berusia 17 tahun, dia
meninggalkan desanya menuju Jawa, lambang kemajuan saat itu. Dia ingin memasuki
perguruan tinggi di Jawa. Maka, masuklah dia ke ITB (Institut Teknologi
Bandung). Keputusan Ciputra untuk merantau ke Jawa tersebut merupakan salah
satu momentum terpenting dalam hidupnya yang pada akhirnya menjadikan Ciputra
orang sukses.
Pengalaman hidup
susah sejak kecil adalah pemicu kesuksesannya. Ciputra harus merasakan kerasnya hidup sejak usia 12
tahun, tanpa ayah. Sang ayah ditangkap tentara pendudukan Jepang dan akhirnya
meninggal di penjara. Ciputra yang mengaku sangat bandel dan nakal sejak kecil, juga harus
berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 7 kilometer ke sekolah setiap hari.
Kenakalan Ciputra terlihat dari sifatnya yang seenaknya sendiri. Saat disuruh
belajar bahasa Belanda, Jepang atau China, dia malas. Dia hanya mau belajar
bahasa yang dianggapnya akan berguna baginya, yaitu bahasa Indonesia.
Akibatnya, saat usia 12 tahun dia masih di kelas 2 SD karena berkali-kali
tinggal kelas. Pasca ditinggal sang ayah, barulah Ciputra bangkit dan mau
belajar giat hingga selalu menjadi nomor 1 di sekolah. Kegemilangan prestasi
Ciputra terus berlanjut hingga mampu menamatkan kuliah di jurusan arsitektur
ITB. Setelah lulus kuliah, jiwa wirausaha Ciputra mengantarkannya menjadi
raksasa pengembang properti di tanah air lewat PT Pembangunan Jaya saat itu,
dan akhirnya menjadi grup Ciputra. Dan hingga kini, berbagai bangunan properti
yang menghiasi wajah Jakarta, tak bisa dilepaskan dari campur tangan seorang
Ciputra.
Ketika
mula didirikan, PT Pembangunan Jaya cuma dikelola oleh lima orang. Kantornya
menumpang di sebuah kamar kerja Pemda DKI Jakarta Raya. Kini, Pembangunan Jaya Group memiliki sedikitnya 20 anak perusahaan dengan
14.000 karyawan. Namun, Ir. Ciputra, sang pendiri, belum merasa sukses. ``Kalau
sudah merasa berhasil, biasanya kreativitas akan mandek,`` kata Dirut PT Pembangunan
Jaya itu. Ciputra memang hampir tidak pernah mandek. Untuk melengkapi
11 unit fasilitas hiburan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), proyek
usaha Jaya Group yang cukup menguntungkan telah dibangun "Taman Impian
Dunia". Di dalamnya termasuk "Dunia Fantasi", "Dunia
Dongeng", "Dunia Sejarah", "Dunia Petualangan", dan
"Dunia Harapan".
Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara
pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan
meninggal dalam penjara. "Lambaian tangan Ayah masih terbayang di pelupuk
mata, dan jerit Ibu tetap terngiang di telinga," tuturnya sendu. Sejak
itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ci harus bangun
pagi- pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah dengan
berjalan kaki sejauh 7 km. Mereka hidup dari penjualan kue ibunya. Atas
jerih payah ibunya, Ciputra berhasil masuk ke ITB dan memilih Jurusan
Arsitektur. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan usaha
konsultan arsitektur bangunan berkantor di sebuah garasi. Saat itu, ia sudah
menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya ketika masih sekolah SMA di Manado.
Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka pindah ke Jakarta, tepatnya
di Kebayoran Baru.
Dikutip dari :
http://tokohindonesia.com/
http://id.wikipedia.org
( Wiyono, 12.1E.24, 12116263 )
http://tokohindonesia.com/
http://id.wikipedia.org
( Wiyono, 12.1E.24, 12116263 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar