TIRTO UTOMO adalah orang yang menemukan air minum dalam
kemasan tersebut.Pria kelahiran Wonosobo Jawa Tengah 8 Maret 1930 ini mempunyai
kepribadian yang sederhana, ramah, murah senyum, namun cerdas berfikir. Ia
menganut gaya manajemen kekeluargaan dan mempercayai kemampuan keryawanya melalui
sejumlah pengembangan dan latihan manajemen.
Karena di wonosobo tidak ada SMP,maka tirto utomo harus
bersepeda sejauh 60 km ke magelang. Setelah lulus SMP Tirto Utomo melanjutkan
sekolahnya ke HBS ( sekolah setingkat SMA pada zaman Hindia Belanda) di
semarang kemudian dilanjutkan ke HBS St. Albertus di malang.Masa remaja Tirto
utomo dihabisaka di malang hingga bertemu dengan istrinya Lisa atau Kienke
(Kwee Gwat Kine) dan menikah di Malang pada 21 Desember 1957.
Setelah
lulus Tirto Utomo melamar ke Permina ( Perusahaan minyak Nasional) yang
merupakan cikal bakal Pertamina. Berkat ketekunanya, Tirto Utomo akhirnya
menanjak karirnya. Pada taun 70 an Tirto Utomo bahkan mulai mengikuti negoisasi
penjualan LNG ( Likuid Natural Gas) ke Jepang maupun As.
Pada usia 48 tahun, tujuh tahun sebelum masa pensiun resmi, Tirto Utomo memilih
pensiun dini untuk menangani beberapa perusahaan pribadinya yakni AQUA, PT Baja
Putih dan restoran Oasis.
AQUA didirikan dengan modal yang dikumpulkan bersama adik iparnya Slamet Utomo
sebesar Rp 150 juta. Dengan dana yang terbatas tersebut Tirto mendirikan pabrik
di Bekasi yang harga tanahnya pada waktu itu masih sangat murah. Perusahaan
didirikan tahun 1973 dengan nama PT Golden Mississippi dengan merek produksi
AQUA. Karyawan mula-mula berjumlah 38 orang. Mereka menggali sumur di pabrik
pertama yang dibangun di atas tanah seluas 7.110 meter persegi di Bekasi di
Bekasi
Setelah bekerja keras lebih dari setahun, produk pertama AQUA diluncurkan pada
1 Oktober 1974. Harganya ditetapkan Rp 75 untuk kemasan dalam botol beling
ukuran 950 ml.
Sebenarnya Tirto sudah menyiapkan nama dagang Puritas, untuk memberikan kesan
air yang murni. Tetapi desainer Singapura yang Pada akhir tahun 1959, Tirto
Utomo terkena musibah. Dia diberhentikan sebagai pimpinan redaksi San merancang
logonya mengusulkan nama AQUA. Kata
Eulindra
Lim, desainer itu, AQUA mudah diucapkan dan mudah diingat selain bermakna
“air”.
Barangkali Tirto tersenyum simpul saat itu, AQUA sebenarnya bukan nama asing
baginya. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini sering memakai nama
samaran “A Kwa” yang bunyinya mirip dengan “Aqua” semasa masih menjadi pemimpin
redaksi harian Sin Po dan majalah Pantja Warna di akhir tahun 1950-an.
Menurut pengakuan Tirto Utomo pada suatu saat, ia memilih memakai nama samaran
“A Kwa” alasannya sederhana saja. “Nama asli saya Kwa Sien Biauw. Kalau
ditambah A di depannya maka menjadi Akwa atau Aqua.”
Nama Tirto Utomo mulai dipakainya pertengahan tahun 1960-an. Ia sendiri tidak
menyangka nama yang dalam bahasa Jawa berarti “air yang utama” itu kelak
mengantarnya menjadi pebisnis air yang utama
Hasil produknya berupa air bening yang mereka kemas dalam botol dan inilah yang
dijual khusus kepada orang asing.
Selama masih bekerja di Pertamina maka yang mengelola sehari-hari adalah Slamet
Utomo (sampai tahun 1975) yang dibantu Willy Sidharta sebagai profesional.
Tirto dan stafnya berjuang memperkenalkan dan memasarkan produk mereka . Baru
setelah selama sekitar lima tahun berjuang, pasar mulai bisa ditembus. “Dulu
bukan main sulitnya. Dikasih saja orang tidak mau. Untuk apa minum air mentah itulah
celaan yang tak jarang kami terima,” tutur Willy Sidharta.
Memang bisa dipahami pada saat itu minuman ringan berkarbonasi seperti Coca
Cola, Sprite, 7 Up dan Green Spot sedang naik daun menggeser minuman limun
buatan lokal. Maka gagasan menjual air putih tanpa warna dan rasa, memang tak
salah bila dianggap sebagai gagasan gila.
Ketika produk mulai diedarkan ternyata bidikan pasar Tirto Utomo tak sepenuhnya
jitu. Bukan cuma orang Indonesia yang ogah minum AQUA orang asing pun
ragu-ragu. Harga Rp 75 yang apabila dikurs hanya beberapa bernilai sekitar 20
sen dollar itu dianggap kelewat murah. Harga rendah menimbulkan kesan kualitas
(perceive quality) yang rendah pula.
Hingga 1978 penjualan AQUA tersendat-sendat. Tidak heran bila Tito Utomo
sendiri mengakui hampir menutup perusahaannya. Maklum sudah sekitar lima tahun
berusaha tetapi titik impas belum juga dapat diraih. Ia tidak tahan harus
menombok terus-menerus.
Tetapi selalu ada rezeki bagi orang yang ulet dan tabah. Tirto Utomo bersama
manajemennya akhirnya mengeluarkan jurus pamungkas dengan menaikkan harga jual
hampir tiga kali lipat. Pada waktu itu Tirto sudah menyiapkan antisipasi
sekiranya upaya itu bakal menyebabkan penurunan omset. Namun, pasar bicara
lain. Omset bukannya menurun malahan terdongkrak naik. Agaknya orang menilai
harga tinggi sama dengan mutu tinggi. Dan AQUA memang diproduksi dengan standar
kualitas yang baik. AQUA pun mulai melayani segmen yang tertarik untuk
berlangganan.
Salah satu pelanggannya adalah kontraktor pembangunan jalan tol Jagorawi,
Hyundai. Dari para insinyur Korea Selatan itu, kebiasaan minum air mineral pun
menular kepada rekan sejawat pribumi mereka. Melalui penularan semacam itulah
akhirnya air minum dalam kemasan diterima masyarakat.
Sementara itu, Tirto Utomo kemudian keluar dari Pertamina tahun 1978 agar bisa
mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk AQUA.
Pada 1981 ada pemberitahuan dari Pemda Jawa Barat bahwa intrusi air laut
merambah wilayah pabrik AQUA di Bekasi. Maka dijajakilah konsep Eropa khususnya
Perancis yang menggunakan sumber mata air yang mengalir sendiri. AQUA tertarik
dengan konsep itu dan meninggalkan cara lama yang mengambil air dari sumber
sumur bor. Maka dipilihlah lokasi mata air di Ciawi. Dari sana sekitar 30 buah
armada truk tangki setiap hari membawa berton-ton air ke pabrik di Bekasi.
Inilah awal AQUA menggunakan positioning air sumber pegunungan yang membuat
namanya makin berkibar.
Satu hal yang menjadi ciri khas Tirto Utomo adalah pipa tembakau yang tidak
pernah lepas dari bibirnya. Bagi Tirto pipa tersebut bukan sekadar
menghangatkan saja namun sudah merupakan suatu kebutuhan.
Namun, jangan sekali-kali merlontarkan gagasan main-main kepadanya. Karena
reputasinya Tirto Utomo dianggap sebagai salah satu bos dengan segudang ide.
Misalnya saja dalam soal kemasan. Pada waktu itu, Tirto Utomo tidak menduga
bahwa ternyata biaya pengemasan dapat mencapai 65 % dari biaya produksi.
Melihat porsi yang tinggi ini, Tirto Utomo kemudian menyetujui ide Willy untuk
menggabungkan pabrik botol dengan bisnis air mineralnya, yang diwujudkannya
dengan mendirikan PT Tirta Graha Parama, salah satu anak perusahaan dalam
pendistribusian produk AQUA.
Salah satu kata-kata Tirto yang tidak pernah dilupakan oleh Willy adalah ketika
Willy mengalami kegagalan : “Anggap saja kegagalan itu sebagai uang sekolah
kita semua. Kalau kita takut gagal, kita tidak akan pernah bisa sukses!”Hal
inilah yang mendorong Willy dan tImnya untuk terus berinovasi.
Sejak dulu Tirto Utomo dikenal sebagai seorang yang gila kerja (workaholic).
Kebiasaan itu sudah dilakukannya sejak kecil. Ayahnya seorang peternak, selalu
menerapkan prinsip kerja kepada lima anaknya. Tirto sebagai anak ketiga, setiap
hari harus bangun pada pukul 04.30 pagi. Jam 06.00 sudah harus memerah susu
pada saat mobil pengangkut susu mulai berdatangan. Setelah itu ia berkemas untuk
berangkat menuju sekolah.
Salah satu kata-kata Tirto Utomo yang terkenal adalah sebagai berikut :
“Banyak orang mengira bahwa memproduksi air kemasan adalah hal yang mudah.
Mereka pikir yang dilakukan hanyalah memasukkan air kran ke dalam botol.
Sebetulnya, tantangannya adalah membuat air yang terbaik, mengemasnya dalam
botol yang baik dan menyampaikannya ke konsumen.”
Usahanya terus berkembang sehingga produksi AQUA merupakan yang tertinggi di
Indonesia. Sayang, Tirto Utomo wafat pada 1994 sehingga tidak sempat
menyaksikan perusahaannya menjadi produsen air minum dengan merek tunggal
terbesar di dunia dengan volume penjualan AQUA sebesar 2,35 miliar liter pada
2001. Prestasi itu tetap dipertahankan sampai sekarang. (Akhmad afianto al arof)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar