Oleh : Kwik Kian Gie
link perhitungan: http://kwikkiangie.com/v1/wp-content/uploads/2012/03/Rincian_Perhitungan_BBM_Maret_2012.pdf
PENGANTAR
Dalam
paparan ini saya memberlakukan penyederhaan atau simplifikasi dengan maksud
untuk memperoleh gambaran yang sangat jelas tentang esensinya saja.
Maka saya mengasumsikan bahwa semua minyak
mentah Indonesia dijadikan satu jenis BBM saja, yaitu bensin Premium. Metode
ini sering digunakan untuk memperoleh gambaran tentang esensi atau inti
permasalahannya. Metode ini dikenal dengan istilahmethod of decreasing
abstraction, terutama kalau dilanjutkan dengan penyempurnaan dengan
cara memasukkan semua detil dari data dan kenyataan, yang dikenal dengan
istilah putting the flesh on the bones.
Cara
perhitungan yang saya lakukan dan dijadikan dasar untuk paparan hari ini
ternyata 99% sama dengan perhitungan oleh Pemerintah yang tentunya sangat
mendetil dan akurat.
Dengan
data dan asumsi yang sama, Pemerintah mencantumkan kelebihan uang tunai sebesar
Rp. 96,8 trilyun, dan saya tiba pada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955
trilyun.
PERMASALAHAN
Kepada
masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar
internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang
ekstra, dengan istilah “untuk membayar subsidi BBM yang membengkak”.
Harga minyak mentah di pasar internasional
selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak
terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke
permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian
(konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga
permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya
cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan
senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa
menyusut.
Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan
Indonesia berhasil di-“brainwash” dengan
sebuah doktrin yang mengatakan : “Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh
penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita
mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang
mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.
Harga
BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekuivalen
harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan
ekuivalen harga minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa
pemerintah merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan
bahwa “subsidi” sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah,
sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk
menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.
Pikiran
tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga
pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam
angka-angka yang sebagai berikut.
Harga
bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekuivalen dengan harga
minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per
barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam
rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per
barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena
konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa
kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau
harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah
merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak
dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran
yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali
tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah
sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan
BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina
diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya,
yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina
atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 =
Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina
disuruh membeli dari:
Pemerintah
|
37,7808 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter
=
|
Rp. 224,5691tr
|
Pasar
internasional
|
25,2192
milyar liter
|
dengan
harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp.
149,903 tr
|
Jumlahnya
|
63
milyar liter
|
dengan
harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp.
374,4721 tr
|
Biaya
LRT
|
63
milyar liter @Rp. 566
|
|
Rp.
35,658 tr
|
Jumlah Pengeluaran Pertamina
|
|
Rp. 410,13 tr
|
|
Hasil
Penjualan Pert
|
63
milyar liter @ Rp. 4.500
|
|
Rp.
283,5 tr
|
PERTAMINA
DEFISIT/TEKOR/KEKURANGAN TUNAI
|
Rp. 126,63 tr.
|
Tabel
di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang
diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp.
126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit
tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat
jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang hari
bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel denga
huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil
penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun. Jumlah penerimaan oleh
Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya
tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh
Pemerintah.
Kalau
jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka
hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah
|
Rp.
224,569 trilyun
|
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah
|
(Rp.
126,63 trilyun)
|
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah
|
Rp.
97,939 trilyun
|
TEMPATNYA DALAM APBN
Kalau
memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita
temukan dalam APBN 2012 ?
Di
halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :
• Pos “DBH (Dana Bagi Hasil) sejumlah
|
Rp.
45,3 trilyun
|
• Pos “Net Migas” sejumlah
|
Rp.
51,5 trilyun
|
• Jumlahnya
|
Rp. 96,8 trilyun
|
Perbedaan
sejumlah Rp. 1,1 trilyun disebabkan karena Pemerintah menghitungnya dengan data
lengkap yang mendetil.
Saya
menghitungngya dengan penyederhanaan/simplifikasi guna memperoleh esensi
perhitungan bahwa Pemerintah melakukan kehohongan publik. Bedanya toh ternyata
sama sekali tidak signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,1 trilyun atau 1,14 % saja.
SUBSIDI BUKAN PENGELUARAN UANG
TUNAI
Dalam
pembicaraan tentang BBM, kata “subsidi BBM” yang paling banyak dipakai.
Kebanyakan dari elit bangsa kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun
yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata
“subsidi BBM”.
Ketika
mulut mengucapkan dua kata “subsidi BBM”, otaknya mengatakan “perbedaan antara
harga minyak mentah internasional dengan harga yang dikenakan kepada bangsa
Indonesia.” Ketika mulut mengucapkan “Subsidi bensin premium sebesar Rp. 2.009
per liter”, otaknya berpikir : “Harga minyak mentah USD 105 per barrel setara
dengan dengan Rp. 6.509 per liter bensin premium, sedangkan harga bensin
premium hanya Rp. 4.500 per liter”.
Mengapa
para elit itu berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita sendiri harus
ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New York ?
Karena mereka sudah di-“brain wash” bahwa harga adalah yang berlaku di
pasar internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena
sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX
sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509
per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp. 4.500
per liter, mereka teriak : “Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009 per liter”.
Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka
Pertamina merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.
Selisih
ini disebut “subsidi”, dan lebih konyol lagi, karena lantas mengatakan bahwa
“subsidi” ini sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan”.
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN
2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI
Pikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22
tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi
diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti
bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang
ditentukan oleh NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan
merugi, harus mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.
Seperti yang baru saya katakan tadi pikiran
seperti itu tidak benar. Yang benar ialah pengeluaran uang tunai untuk
pemompaan minyak sampai ke atas muka bumi (lifting) ditambah
dengan pengilangan sampai menjadi BBM (refining) ditambah
dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin (transporting),
seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1 USD = Rp. 9.000, uang
tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter premium sebesar Rp. 566.
BAGAIMANA UUD HARUS DITAFSIRKAN
TENTANG KEBIJAKAN MINYAK?
Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh
siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan,
daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan
ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam “Barang yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Itulah
sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22
tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor
002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi
diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor
22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang
dasar Republik Indonesia.”
Peraturan Pemerintah Nomor 36
tahun 2004 pasal 72 ayat (1)
Brain washing begitu
berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah
nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas
bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil,diserahkan pada persaingan
usaha yang wajar, sehat dan transparan.”
Ini
benar-benar keterlaluan. UUD, MK dilecehkan dengan PP.
Jelas
Pemerintah telah berpikir, berucap dan bertinak yang bertentangan dengan UUD
kita dalam kebijakannya tentang BBM. Toh tidak ada konsekuensinya apa-apa. Toh
Pemerintah akan memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah
dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
APA MAKSUD DAN DAMPAK DARI
MEMPERTAHANKAN BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 2001 ?
Maksudnya
jelas, yaitu supaya mendarah daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus
membayar harga BBM (bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan
setiap hari harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak
mentah yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.
Harian Kompas tanggal 17 Mei 2008 memuat
pernyataan Menko Boediono (yang sekarang menjabat Wakil Presiden) yang berbunyi
: “Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di
dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai
tahun 2008……..dan Pemerintah ingin mengarahkan
kebijakan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Harian Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip
Presiden SBY yang mengatakan :”Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi
BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun.” “Kalau (harga
minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi)
Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.”
Jelas
bahwa Presiden SBY sudah teryakinkan bahwa yang dikatakan dengan subsidi memang
sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan. Hal yang sama sekali tidak
benar, seperti yang diuraikan di atas tadi.
SHELL SUDAH MENJALANKAN HARGA
BBM NAIK TURUN OTOMATIS DENGAN NAIK TURUNNYA HARGA MINYAK DI PASAR
INTERNASIONAL
Barang
siapa membeli bensin dari pompa Shell akan mengalami bahwa harga naik turun.
Kemarin, tanggal 18 Maret 2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.
Harga
Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter.
Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara dengan harga minyak mentah USD
0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per barrel. Harga minyak mentah di
pasar internasional USD 105 per barrel. Shell mengambil untung dari rakyat
Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34 per liter, yang sama dengan
Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya dibeli dari pasar
internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau minyak mentahnya
berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil, bayangkan berapa untungnya !!
PEMERINTAH BERANGGAPAN BAHWA
PENENTUAN HARGA BBM KEPADA RAKYATNYA SENDIRI HARUS SAMA DENGAN YANG DILAKUKAN
OLEH SHELL
Sekarang
menjadi lebih jelas lagi bahwa Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau
tidak sadar) bahwa Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan
keuntungan yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit
BBM dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus atau
kelebihan uang tunai.
BENSIN PERTAMAX DARI PERTAMINA
SUDAH MEMBERI UNTUNG SANGAT BESAR KEPADA PERTAMINA
Harga
bensin Pertamax Rp. 9.650 per liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566
menjadi setara dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs
1 USD = Rp. 9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159)
menjadi USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung
sebesar USD 55,48 per barrelnya.
Nampaknya
Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar
ini juga.
MENGAPA RAKYAT MARAH ?
Kita
saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium.
Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang
sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya
sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.
Banyak
yang menanyakan kepada saya : Kita punya minyak di bawah perut bumi kita.
Kenapa kok menjadi sedih kalau harganya meningkat ? Orang punya barang yang
harganya naik kan seharusnya lebih senang ?
Dalam
hal minyak dan bensin, dengan kenaikan harga di pasar internasional bukankah
kita harus berkata : “Untunglah kita punyak minyak sendiri, sehingga harus
mengimpor sedikit saja.”
ADAKAH NEGARA YANG MENJUAL
BENSINNYA ATAS DASAR KEBIJAKANNYA SENDIRI, TIDAK OLEH NYMEX ?
Ada.
Fuad Bawazir mengirimkan sms kepada saya dengan data tentang negara-negara yang
menjual bensinnya dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :
o Venezuela
: Rp. 585/liter
o Turkmenistan
: Rp. 936/liter
o Nigeria
: Rp. 1.170/liter
o Iran
: Rp. 1.287/liter
o Arab
Saudi : Rp. 1.404/liter
o Lybia
: Rp. 1.636/liter
o Kuwait
: Rp. 2.457/liter
o Quatar
: Rp. 2.575/liter
o Bahrain
: Rp. 3.159/liter
o Uni
Emirat Arab : Rp. 4.300/liter
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari paparan kami ialah :
o Pemerintah
telah melanggar UUD RI
o Pemerintah
telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan
mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan
uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
o Dengan
menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh
kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan
sekedar menutup “bolongnya” APBN.
o Pertamina
sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin
Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan
uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp.
192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000
per liter.
o
Pemerintah menuruti (comply)
dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia
merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan
harga dunia, agar dengan demikian semua perusahaan minyak asing bisa memperoleh
laba dengan menjual bensin di Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari
Indonesia sendiri.Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai pompa-pompa
bensin ?
1 komentar:
Terima kasih pak
Posting Komentar