Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara
rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan
baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Mulai dari
urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan
urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara. Semua itu
diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah
manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai
secara efisien dan efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang haq itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :
الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام
”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
Makalah ini, akan membahas tentang pengertian Manajemen Pendidikan Islam, Implikasinya, karakteristik mana¬jemen pendidikan Islam, prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan Islam, dan mekanisme membangun konsep mana¬jemen pendidikan Islam, serta fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam.
B. Manajemen Pendidikan Islam dan Implikasinya
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara itu, Mochtar Efendy berpendapat bahwa manajemen berasal dari kata kerja bahasa Inggris “ To Manage” yang sinonim dengan to hand, to control, dan to guide (mengurus, memeriksa dan memimpin). Dari sini, manajemen dapat diartikan pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.
Ramayulis dalam bukunya, Ilmu Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas, dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Sedangkan Sondang P Siagian, mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Disisi lain, Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Definisi lain dipaparkan oleh Mujammil Qomar dalam karyanya Manajemen pendidikan Islam, Ia menyatakan bahwa ”Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.” Lebih lanjut Mujammil Mengatakan, bahwa makna definitif ini memiliki implikasi-implikasi yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan sistem dalam manajemen pendidikan Islam. Implikasi-implikasi tersebut antara lain :
Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara islami. Aspek ini menghendaki adanya muatan-muatan nilai Islam dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Misalnya, penekanan pada penghargaan, maslahat, kualitas, kemajuan, dan pemberdayaan. Selanjutnya, upava pengelolaan itu diupayakan bersandar pada pesan-pesAn Al-Qur’an dan hadis agar selalu dapat menjaga sifat Islami.
Kedua, terhadap lembaga pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan objek dari manajemen ini yang secara khusus diarahkan untuk menangani lembaga pendidikan Islam dengan segala keunikannya. Maka, manajemen ini bisa memaparkan cara-cara pengelolaan pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam, dan sebagainya.
Ketiga, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami menghendaki adanya sifat inklusif dan eksklusif. Frase secara islami menunjukkan sikap inklusif, yang btrarti kaidah-kaidah manajerial yang dirumuskan dalam buku ini bisa dipakai untuk pengelolaan pendidikan selain pendidikan Islam selama ada kesesuaian sifat dan misinya. Dan sebaliknya, kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum bisa juga dipakai dalam mengelola pendidikan Islam selama sesuai dengan nilai-nilai Islam, realita, dan kultur yang dihadapi lembaga pendidikan Islam. Sementara itu, frase lembaga pendidikan Islam menunjukkan keadaan eksklusif karena menjadi objek langsung dari kajian ini, hanya terfokus pada lembaga pendidikan Islam”. Sedangkan, lembaga pendidikan lainnya telah dibahas secara detail dalam buku-buku manajemen pendidikan.
Keempat, dengan cara menyiasati. Frase ini mengandung strategi yang menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen. Manajemen penuh siasat atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Demikian pula dengan manajemen pendidikan Islam yang senantiasa diwujudkan melalui strategi tertentu. Adakalanya strategi tersebut sesuai dengan strategi dalam mengelola lembaga pendidikan umum, tetapi bisa jadi berbeda sama sekali lantaran adanya situasi khusus yang dihadapi lembaga pendidikan Islam.
Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yany terkait. Sumber belaiar di sini memiliki cakupan yang cukup luas, yaitu: (1) Manusia, yang meliputi guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, dan para pengurus yayasan; (2) Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku palajaran, dan sebagainya; (3) Lingkungan, merupakan segala hal yang mengarah pada masyarakat; (4) Alatt dan peralatan, seperti laboratorium; dan (5) Aktivitas. Adapun hal-hal lain yang terkait bisa berupa keadaan sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik, maupun sosio-religius yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
Keenam, tujuan pendidikan Islam. Hal ini merupakan arah dari seluruh kegiatan pengelolaan lembaga pendidikan Islam sehingga tujuan ini sangat memengaruhi komponen-komponen lainnya, bahkan mengendalikannya.
Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya, berhasil guna dan berdaya guna. Artinya, manajemen yang berhasil mencapai tujuan dengan penghematan tenaga, waktu, dan biaya. Efektif dan efisien ini merupakan penjelasan terhadap kompcnfen-komponen sebelumnya sekaligus mengandung makna pe-nyempurnaan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Lalu, dari sini muncul pertanyaan: Apa perbedaan manajemen pendidikan Islam dengan manajemen lainnya misalnya dengan manajemen pendidikan umum? Memang secara general sama. Artinya, ada banyak atau bahkan mayoritas kaidah-kaidah manajerial yang dapat digunakan oleh kedua jenis manajemen tersebut, bahkan oleh seluruh manajemen. Namun, secara spesifik terdapat kekhususan-kekhususan yang membutuhkan penanganan yang spesial pula. Dalam hal ini, Dede Rosyada menyatakan, “Inti manajemen dalam bidang apa pun sama, hanya saja variabel yang dihadapinya bisa berbeda, tergantung pada bidang apa manajemen tersebut digunakan dan dikembangkan.” Perbedaan variabel ini membawa perbedaan kultur yang kemudian memunculkan berbagai perbedaan.
C. Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan Islam memiliki objek bahasan yang cukup kompleks. Berbagai objek bahasan tersebut dapat dijadikan bahan yang kemudian diintegrasikan untuk mewujudkan manajemen pendidikan yang berciri khas Islam. Mujammil Qomar mengatakan, “Istilah Islam dapat dimaknai sebagai Islam wahyu atau Islam budaya. Islam wahyu meliputi Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi,. baik hadis Nabawi maupun hadis Qudsi. Sementara itu, Islam budaya meliputi ungkapan sahabat Nabi, pemahaman ulama, pemahaman cendekiawan muslim dan budaya umat Islam. Kata Islam yang menjadi identitas manajemen pendidikan ini dimaksudkan dapat mencakup makna keduanya, yakni Islam wahyu dan Islam budaya. Oleh karena itu, pembahasan manajemen pendidikan Islam senantiasa melibatkan wahyu dan budaya kaum muslimin, ditambah kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum, Maka, pembahasan ini akan mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut:
1. Teks-teks wahyu baik Al-Qur’an maupun hadis yang terkait dengan manajemen pendidikan.
2. Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat Nabi maupun ulama dan cendekiawan muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
3. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
4. Kultur komunitas (pinipinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
5. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.
Jika dicermati, bahan nomor 1 sampai 4 merefleksikan ciri khas Islam pada bangunan manajemen pendidikan Islam, sementara bahan nomor 5 merupakan tambahan yang bersifat umum dan karenanya dapat digunakan untuk membantu merumuskan bangunan manajemen pendidikan Islam. Tentunya setelah diseleksi berdasarkan nilai-nilai Islam dan realitas yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam. Nilai-nilai Islam tersebut merupakan refleksi wahyu, sedangkan realitas tersebut sebagai refleksi budaya atau kultur.
Teks-teks wahyu sebagai sandaran teologis. Perkataan-perkataan para sahabat Nabi, ulama, dan cendekiawan muslim sebagai sandaran rasional, realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam serta kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam sebagai sandaran empiris; sedangkan ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan sebagai sandaran teoretis. Jadi, bangunan manajemen pen¬didikan Islam ini diletakkan di atas empat sandaran, yaitu sandaran teologis, rasional, empiris, dan teoretis.
Sandaran teologis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran pesan-pesan wahyu karena berasal dari Tuhan, sandaran rasional menimbulkan keyakinan kebenaran ber¬dasarkan pertimbangan akal-pikiran. Sandaran empiris me¬nimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan data-data yang akurat, sedangkan sandaran teoretis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan akal pikiran dan data sekaligus serta telah dipraktikkan berkali-kali dalam pengelolaan pendidikan.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang haq itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :
الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام
”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
Makalah ini, akan membahas tentang pengertian Manajemen Pendidikan Islam, Implikasinya, karakteristik mana¬jemen pendidikan Islam, prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan Islam, dan mekanisme membangun konsep mana¬jemen pendidikan Islam, serta fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam.
B. Manajemen Pendidikan Islam dan Implikasinya
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara itu, Mochtar Efendy berpendapat bahwa manajemen berasal dari kata kerja bahasa Inggris “ To Manage” yang sinonim dengan to hand, to control, dan to guide (mengurus, memeriksa dan memimpin). Dari sini, manajemen dapat diartikan pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.
Ramayulis dalam bukunya, Ilmu Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas, dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Sedangkan Sondang P Siagian, mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Disisi lain, Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Definisi lain dipaparkan oleh Mujammil Qomar dalam karyanya Manajemen pendidikan Islam, Ia menyatakan bahwa ”Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.” Lebih lanjut Mujammil Mengatakan, bahwa makna definitif ini memiliki implikasi-implikasi yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan sistem dalam manajemen pendidikan Islam. Implikasi-implikasi tersebut antara lain :
Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara islami. Aspek ini menghendaki adanya muatan-muatan nilai Islam dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Misalnya, penekanan pada penghargaan, maslahat, kualitas, kemajuan, dan pemberdayaan. Selanjutnya, upava pengelolaan itu diupayakan bersandar pada pesan-pesAn Al-Qur’an dan hadis agar selalu dapat menjaga sifat Islami.
Kedua, terhadap lembaga pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan objek dari manajemen ini yang secara khusus diarahkan untuk menangani lembaga pendidikan Islam dengan segala keunikannya. Maka, manajemen ini bisa memaparkan cara-cara pengelolaan pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam, dan sebagainya.
Ketiga, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami menghendaki adanya sifat inklusif dan eksklusif. Frase secara islami menunjukkan sikap inklusif, yang btrarti kaidah-kaidah manajerial yang dirumuskan dalam buku ini bisa dipakai untuk pengelolaan pendidikan selain pendidikan Islam selama ada kesesuaian sifat dan misinya. Dan sebaliknya, kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum bisa juga dipakai dalam mengelola pendidikan Islam selama sesuai dengan nilai-nilai Islam, realita, dan kultur yang dihadapi lembaga pendidikan Islam. Sementara itu, frase lembaga pendidikan Islam menunjukkan keadaan eksklusif karena menjadi objek langsung dari kajian ini, hanya terfokus pada lembaga pendidikan Islam”. Sedangkan, lembaga pendidikan lainnya telah dibahas secara detail dalam buku-buku manajemen pendidikan.
Keempat, dengan cara menyiasati. Frase ini mengandung strategi yang menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen. Manajemen penuh siasat atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Demikian pula dengan manajemen pendidikan Islam yang senantiasa diwujudkan melalui strategi tertentu. Adakalanya strategi tersebut sesuai dengan strategi dalam mengelola lembaga pendidikan umum, tetapi bisa jadi berbeda sama sekali lantaran adanya situasi khusus yang dihadapi lembaga pendidikan Islam.
Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yany terkait. Sumber belaiar di sini memiliki cakupan yang cukup luas, yaitu: (1) Manusia, yang meliputi guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, dan para pengurus yayasan; (2) Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku palajaran, dan sebagainya; (3) Lingkungan, merupakan segala hal yang mengarah pada masyarakat; (4) Alatt dan peralatan, seperti laboratorium; dan (5) Aktivitas. Adapun hal-hal lain yang terkait bisa berupa keadaan sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik, maupun sosio-religius yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
Keenam, tujuan pendidikan Islam. Hal ini merupakan arah dari seluruh kegiatan pengelolaan lembaga pendidikan Islam sehingga tujuan ini sangat memengaruhi komponen-komponen lainnya, bahkan mengendalikannya.
Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya, berhasil guna dan berdaya guna. Artinya, manajemen yang berhasil mencapai tujuan dengan penghematan tenaga, waktu, dan biaya. Efektif dan efisien ini merupakan penjelasan terhadap kompcnfen-komponen sebelumnya sekaligus mengandung makna pe-nyempurnaan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Lalu, dari sini muncul pertanyaan: Apa perbedaan manajemen pendidikan Islam dengan manajemen lainnya misalnya dengan manajemen pendidikan umum? Memang secara general sama. Artinya, ada banyak atau bahkan mayoritas kaidah-kaidah manajerial yang dapat digunakan oleh kedua jenis manajemen tersebut, bahkan oleh seluruh manajemen. Namun, secara spesifik terdapat kekhususan-kekhususan yang membutuhkan penanganan yang spesial pula. Dalam hal ini, Dede Rosyada menyatakan, “Inti manajemen dalam bidang apa pun sama, hanya saja variabel yang dihadapinya bisa berbeda, tergantung pada bidang apa manajemen tersebut digunakan dan dikembangkan.” Perbedaan variabel ini membawa perbedaan kultur yang kemudian memunculkan berbagai perbedaan.
C. Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan Islam memiliki objek bahasan yang cukup kompleks. Berbagai objek bahasan tersebut dapat dijadikan bahan yang kemudian diintegrasikan untuk mewujudkan manajemen pendidikan yang berciri khas Islam. Mujammil Qomar mengatakan, “Istilah Islam dapat dimaknai sebagai Islam wahyu atau Islam budaya. Islam wahyu meliputi Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi,. baik hadis Nabawi maupun hadis Qudsi. Sementara itu, Islam budaya meliputi ungkapan sahabat Nabi, pemahaman ulama, pemahaman cendekiawan muslim dan budaya umat Islam. Kata Islam yang menjadi identitas manajemen pendidikan ini dimaksudkan dapat mencakup makna keduanya, yakni Islam wahyu dan Islam budaya. Oleh karena itu, pembahasan manajemen pendidikan Islam senantiasa melibatkan wahyu dan budaya kaum muslimin, ditambah kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum, Maka, pembahasan ini akan mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut:
1. Teks-teks wahyu baik Al-Qur’an maupun hadis yang terkait dengan manajemen pendidikan.
2. Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat Nabi maupun ulama dan cendekiawan muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
3. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
4. Kultur komunitas (pinipinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
5. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.
Jika dicermati, bahan nomor 1 sampai 4 merefleksikan ciri khas Islam pada bangunan manajemen pendidikan Islam, sementara bahan nomor 5 merupakan tambahan yang bersifat umum dan karenanya dapat digunakan untuk membantu merumuskan bangunan manajemen pendidikan Islam. Tentunya setelah diseleksi berdasarkan nilai-nilai Islam dan realitas yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam. Nilai-nilai Islam tersebut merupakan refleksi wahyu, sedangkan realitas tersebut sebagai refleksi budaya atau kultur.
Teks-teks wahyu sebagai sandaran teologis. Perkataan-perkataan para sahabat Nabi, ulama, dan cendekiawan muslim sebagai sandaran rasional, realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam serta kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam sebagai sandaran empiris; sedangkan ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan sebagai sandaran teoretis. Jadi, bangunan manajemen pen¬didikan Islam ini diletakkan di atas empat sandaran, yaitu sandaran teologis, rasional, empiris, dan teoretis.
Sandaran teologis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran pesan-pesan wahyu karena berasal dari Tuhan, sandaran rasional menimbulkan keyakinan kebenaran ber¬dasarkan pertimbangan akal-pikiran. Sandaran empiris me¬nimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan data-data yang akurat, sedangkan sandaran teoretis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan akal pikiran dan data sekaligus serta telah dipraktikkan berkali-kali dalam pengelolaan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar