Rabu, 30 November 2011

Rasio Likuiditas Perusahaan

Struktur kekayaan suatu perusahaan erat hubungannya dengan struktur modalnya. Kita akan mendapatkan gambaran secara utuh kondisi finansial suatu perusahaan dengan menghubungkan elemen-elemen aktiva dan pasiva di neraca.

Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Berbagai alat bayar (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan seberapa besar “kekuatan membayar” dari perusahaan bersangkutan. Ada suatu koondisi di mana perusahaan mempunyai kekuatan membayar, tetapi belum tentu dikatakan dapat memenuhi segala kewajiban finansial yang harus segera dipenuhi. Kemampuan membayar baru dapat diketahui setelah kita membandingkan kekuatan membayarnya dengan kewajiban-kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.       

Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sehingga ia mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera penuhi, maka perusahaan tersebut dikatakan likuid. Sedangkan sebaliknya apabila ia tidak mempunyai kekuatan membayar disebut dengan perusahaan yang ilikuid.

Suatu perusahaan yang memiliki kemampuan untuk menyediakan alat-alat likuid sehingga dapat memenuhi kewajiban finansialnya untuk menyelenggarakan proses produksi dinamakan dengan “likuiditas perusahaan”. Perusahaan harus dapat memastikan bahwa perusahaan setiap saat dapat memenuhi pembayaran-pembayaran yang diperlukan untuk kelancaran jalannya perusahaan. Contohnya adalah untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, upah buruh dan lain-lain.

Pengertian likuiditas dimaksudkan sebagai perbandingan antara jumlah uang tunai dan aktiva lancar lain yang dapat disamakan dengan uang tunai dengan jumlah hutang lancar (likuiditas badan usaha), juga dengan pengeluaran-pengeluaran untuk menyelenggarakan operasional perusahaan (likuiditas perusahaan).

Likuiditas badan usaha digambarkan melalui neraca dengan membandingkan jumlah aktiva lancar (current assets) dan hutang lancar (current liabilities). Hasil perbandingan tersebut disebut dengan current ratio atau working capital ratio. Current ratio merupakan ukuran yang berharga untuk melihat tingkat kesanggupan suatu perusahaan dalam rangka memenuhi current obligation-nya.

Perusahaan (yang bukan perusahaan kredit) yang current rationya kurang dari 2 : 1 dianggap kurang baik. Sebab, apabila aktiva lancarnya turun misalnya sampai lebih dari 50%, maka jumlah aktiva lancarnya tidak cukup lagi untuk menutup hutang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1 pada dasarnya dalam rangka memenuhi prinsip kehati-hatian dalam mengelola perusahaan dan bukan ketentuan yang baku dan mutlak.

Apabila suatu perusahaan menetapkan bahwa current ratio yang harus dipertahankan adalah 3:1 atau 300% maka berarti setiap hutang lancar sebesar Rp.1,- harus dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp.3,- atau dijamin dengan net working capital sebesar Rp.2,-. Dengan demikian ratio modal kerja dengan hutang lancar adalah 2:1 (3-1=2).

Apabila perusahaan sudah menetapkan ratio tertentu yang  sudah menjadi kebijakan ratio minimum yang akan dipertahankan perusahaan, maka perusahaan dalam mencari kredit jangka pendeknya juga harus selalu menyandarkan pada pedoman tersebut. Setiap saat perusahaan harus memastikan berapa kredit jangka pendek maksimum yang boleh diambil agar pedoman tersebut tidak dilanggar. Batas maksimum kredit jangka pendek yang boleh diambil agar tidak mengganggu pedoman current ratio tersebut adalah apa yang disebut the line of credit atau maximum current indebtness.        

Contoh Soal :
Apabila perusahaan memiliki modal kerja neto (net working capital) sebesar Rp.10.000.000,- maka berapakah perusahaan boleh mempunyai hutang lancar maksimal?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mengetahui likuiditas pribadi juga penting. Karena banyak di antara kita yang kerjanya berhutang melulu tanpa memperhatikan tingkat likuiditas keuangan rumah tangga kita. tau-tau kebobolan aja.

Anonim mengatakan...

Saya rasa banyak perusahaan yang likuiditasnya mengkhawatirkan. Termasuk di perusahaan saya. Kerjanya gali lobang tutup lobang. Saya mengkawatirkan hal ini. Seperti banyak perusahaan lainnya, sepertinya tidak ada apa-apa, tahunya langsung tutup, karyawan keleleran menuntut pesangon yang ga dikasih-kasih. Kasihan...