Struktur kekayaan suatu perusahaan erat
hubungannya dengan struktur modalnya. Kita akan mendapatkan gambaran secara
utuh kondisi finansial suatu perusahaan dengan menghubungkan elemen-elemen
aktiva dan pasiva di neraca.
Likuiditas
adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang
harus segera dipenuhi. Berbagai alat bayar (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu
perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan seberapa besar “kekuatan
membayar” dari perusahaan bersangkutan. Ada suatu koondisi di mana perusahaan
mempunyai kekuatan membayar, tetapi belum tentu dikatakan dapat memenuhi segala
kewajiban finansial yang harus segera dipenuhi. Kemampuan membayar baru dapat
diketahui setelah kita membandingkan kekuatan membayarnya dengan
kewajiban-kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.
Suatu
perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sehingga ia mampu memenuhi segala
kewajiban finansialnya yang segera penuhi, maka perusahaan tersebut dikatakan
likuid. Sedangkan sebaliknya apabila ia tidak mempunyai kekuatan membayar
disebut dengan perusahaan yang ilikuid.
Suatu
perusahaan yang memiliki kemampuan untuk menyediakan alat-alat likuid sehingga
dapat memenuhi kewajiban finansialnya untuk menyelenggarakan proses produksi
dinamakan dengan “likuiditas perusahaan”. Perusahaan harus dapat memastikan
bahwa perusahaan setiap saat dapat memenuhi pembayaran-pembayaran yang
diperlukan untuk kelancaran jalannya perusahaan. Contohnya adalah untuk membeli
bahan baku, membayar gaji pegawai, upah buruh dan lain-lain.
Pengertian
likuiditas dimaksudkan sebagai perbandingan antara jumlah uang tunai dan aktiva
lancar lain yang dapat disamakan dengan uang tunai dengan jumlah hutang lancar
(likuiditas badan usaha), juga dengan pengeluaran-pengeluaran untuk
menyelenggarakan operasional perusahaan (likuiditas perusahaan).
Likuiditas
badan usaha digambarkan melalui neraca dengan membandingkan jumlah aktiva
lancar (current assets) dan hutang
lancar (current liabilities). Hasil
perbandingan tersebut disebut dengan current ratio atau working
capital ratio. Current ratio merupakan ukuran yang berharga untuk
melihat tingkat kesanggupan suatu perusahaan dalam rangka memenuhi current
obligation-nya.
Perusahaan
(yang bukan perusahaan kredit) yang current rationya kurang dari 2 : 1 dianggap
kurang baik. Sebab, apabila aktiva lancarnya turun misalnya sampai lebih dari
50%, maka jumlah aktiva lancarnya tidak cukup lagi untuk menutup hutang
lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1 pada dasarnya dalam rangka memenuhi
prinsip kehati-hatian dalam mengelola perusahaan dan bukan ketentuan yang baku
dan mutlak.
Apabila
suatu perusahaan menetapkan bahwa current ratio yang harus dipertahankan adalah
3:1 atau 300% maka berarti setiap hutang lancar sebesar Rp.1,- harus dijamin
dengan aktiva lancar sebesar Rp.3,- atau dijamin dengan net working capital sebesar Rp.2,-. Dengan demikian ratio modal
kerja dengan hutang lancar adalah 2:1 (3-1=2).
Apabila
perusahaan sudah menetapkan ratio tertentu yang sudah menjadi kebijakan ratio minimum yang
akan dipertahankan perusahaan, maka perusahaan dalam mencari kredit jangka
pendeknya juga harus selalu menyandarkan pada pedoman tersebut. Setiap saat
perusahaan harus memastikan berapa kredit jangka pendek maksimum yang boleh
diambil agar pedoman tersebut tidak dilanggar. Batas maksimum kredit jangka
pendek yang boleh diambil agar tidak mengganggu pedoman current ratio tersebut
adalah apa yang disebut the line of credit atau maximum
current indebtness.
Contoh
Soal :
Apabila
perusahaan memiliki modal kerja neto (net working capital) sebesar
Rp.10.000.000,- maka berapakah perusahaan boleh mempunyai hutang lancar
maksimal?